Makhluk hidup diatas permukaan bumi sangat memerlukan cahaya untuk kelangsungan hidup. Cahaya matahari memberi kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan struktur tulang kita. Fotosintesis pada tumbuhan hijau juga sangat terbantu dengan adanya cahaya matahari, tidak berehenti disitu saja. pada malam hari cahaya sangatlah membantu aktifitas kita.
Tanpa cahaya, tentunya kita tidak bisa melihat apa pun. Jadi, sebagian besar pengetahuan kita mengenai dunia ini kita dapatkan melalui cahaya. Kita bisa melihat benda-benda di sekeliling kita karena adanya cahaya. Kita bahkan bisa mengintip suatu planet yang sangat jauh yang tersembunyi di salah satu bagian jagat raya yang luar biasa luas ini karena adanya cahaya. Sehingga kehadiran cahaya sangat berperan dalam kelangsungan hidup didunia.
Apakah sebenarnya cahaya itu?
Pada akhir abad ke-19 fisikawan terkenal dari Skotlandia, James Clerk Maxwell, meyakinkan dunia bahwa cahaya dapat dilihat sebagai gelombang. Cahaya tersusun dari gelombang-gelombang elektromagnetik. Seperti biasa, selalu ada banyak permasalahan dalam berbagai teori fisika yang bagus. Teori Maxwell ini pun menemui banyak permasalahan. Namun, ada beberapa nama besar termasuk Max Planck dan Albert Einstein yang kemudian berhasil membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu.
Einstein mengemukakan bahwa energi radiasi, yaitu cahaya, bisa ditemukan pula dalam bentuk paket-paket energi individual, yang disebut kuanta. Saat mengenai permukaan suatu logam, kuanta (foton) memberikan energinya kepada sebuah elektron sehingga elektronnya pun terlepas dari logam tersebut. Ini adalah yang kita kenal sebagai efek fotolistrik, yang telah mengantarkan Einstein yang legendaris pada Nobel Fisikanya di tahun 1921.
Jadi, ternyata cahaya tidak hanya bisa dilihat sebagai gelombang, tetapi dapat pula dilihat sebagai partikel. Ini adalah yang kita kenal sebagai dualisme cahaya.
Masalah muncul lagi saat teori kuantum berkembang. Akan tetapi, masalah-masalah ini pun akhirnya bisa diselesaikan dengan lahirnya teori elektrodinamika kuantum (QED = Quantum Electrodynamics) sesudah Perang Dunia II berakhir. Teori QED yang disebut-sebut sebagai permatanya fisika ini dilahirkan oleh Richard Philips Feynman, Julian Schwinger, dan Sin-Itiro Tomonaga. QED ini telah menghadiahkan ketiga fisikawan tersebut sebuah Nobel Fisika pada tahun 1965.
Akan tetapi, walaupun QED dianggap begitu sempurna, ternyata pada awalnya ada anggapan bahwa QED tidak perlu diaplikasikan dalam fenomena cahaya tampak. Deskripsi kuantum yang detail mengenai cahaya tampak dianggap tidak penting dan tidak dibutuhkan.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/21/muda/2143890.htm)
EFEK COMPTON
Konsep foton dikembangkan oleh Compton, yang menunjukkan bahwa foton memiliki momentum (p) yang besarnya:
p = E/c - h f/c = h/l
Hal ini menunjukkan bahwa foton dapat berkelakuan sebagai partikel (materi), dengan massa (m):
m = p/c karena m = E/c² = hf/c² = h/c l
Pada gejala Compton,foton (sinar X) yang menumbuk elektron atom suatu zat dihamburkan dengan panjang gelombang lebih besar.
Selisih panjang gelombang foton yang dihamburkan:
l' - l = h/moc (1 - cos q)
(http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Fisika/0346%20Fis-3-6c.htm)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki 2 sifat yang berlainan. yaitu cahay disatu sisi bersifat sebagai gelombang dan disisi lain dia bersifat sebagai partikel.